Mat 7:24-27 adalah bagian terakhir dari kotbah berseri Yesus di bukit. Sebagai penutup kotbah yang berisi banyak pengajaran, topik 2 macam dasar ini sangatlah menarik.
Bagi saya tema 2 macam dasar ini seperti koin yang memiliki 2 sisi yang berbeda. Sisi pertama dapat kita perhatikan pada kotbah-kotbah Yesus yang sebelumnya dari pasal 5-7. Ini membuat tema 2 macam dasar ini menjadi perangkum semua pengajaran yang diberikan. Adalah percuma jika semua pengajaran itu berhenti hanya untuk diketahui saja tetapi tidak dilakukan karena dilakukan atau tidaknya firman yang Yesus sampaikan menjadi penentu kuat rapuhnya bangunan keimanan seseorang.
Kemudian sisi yang kedua adalah bagian setelah kotbah selesai disampaikan. Jika kita melihat respon orang banyak mereka suka akan cara Yesus mengajar, mengapa? Karena Yesus mengajar tidak seperti ahli-ahli Taurat mereka. Hal ini tentu saja membuat tema 2 macam dasar ini menjadi bentuk kotbah ironi, kotbah yang menyindir para ahli Taurat yang mengajar Taurat kepada orang banyak, menuntut mereka untuk melakukan dan menghidupi Taurat namun mereka sendiri tidak menghidupinya (Mat 23:3-4).
Dalam Mat 7:24-27 Yesus menggolongkan orang percaya menjadi 2 kelompok. Yang pertama adalah orang-orang percaya yang hidupnya dibangun di atas dasar batu dan yang kedua yang hidupnya dibangun di atas dasar pasir.
Apa beda keduanya?
Yang dibangun di atas dasar batu
• Mendengarkan Firman
• Melakukan Firman
Yang dibangun di atas dasar pasir
• Mendengarkan Firman
• TIDAK melakukan Firman
Ternyata keduanya sama-sama mendengarkan Firman. Kata mendengarkan pada kedua jenis orang percaya ini bukan hanya mendengarkan sambil lewat saja. Dalam bahasa aslinya berarti mendengarkan sampai mengerti.
Yang membedakan keduanya adalah yang dibangun di atas batu bukan hanya memahami Firman tetapi MELAKUKANNYA dan tetap teguh berdiri, sedang yang dibangun di atas dasar pasir adalah orang yang memahami firman namun TIDAK MELAKUKANNYA dan hancurlah rumahnya oleh hujan, banjir dan angin.
Analoginya adalah seperti sebuah bangunan yang terdiri dari atap, struktur bangunan dan fondasi. Hujan menguji seberapa kuat atap yang kita miliki, banjir menguji seberapa kuat fondasi/ dasar hidup kita, dan angin menguji seberapa kuat struktur bangunan hidup kita yang dibangun di atas dasar fondasi itu. (Sorga Terbuka Berkat Tuhan Nyata. Yonathan Wiryohadi. Hal 21)
Dari ayat ini ternyata didapatkan bahwa kekuatan iman dan kesetiaan kita tidaklah diukur berdasar berapa banyak firman yang sudah kita dengar dan pahami, melainkan seberapa banyak firman yang kita dengar dan pahami itu sudah kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari.
Melalui ayat ini pun saya diingatkan. Saya pribadi sedang mengalami masa-masa sukar dalam hidup saya. Rasanya ingin meninggalkan pelayanan dan berfokus membangun pelayanan di dalam gereja saja. Tekanan yang saya terima membuat saya berpikir “sudahlah toh lo kan ga digaji, jadi lo juga ga ada kewajiban buat tetep tinggal di situ.”. Saya belajar justru di saat-saat seperti inilah iman saya dan kesetiaan saya diuji. Diuji untuk terus berjalan dalam visinya Tuhan sekalipun berat, makan ati, merasa semuanya suram dan merasa pelayanan di gereja lebih menyenangkan bersama orang-orang yang menyenangkan. Namun saya tahu itu adalah zona kenyamanan saya kalau saya ambil pelayanan di dalam gereja yang tidak sesuai dengan mau-Nya dan waktu-Nya Tuhan atas hidup saya. Mau tidak mau saya dipaksa untuk terus berjalan, setia dalam belajar mencaai apa yang Tuhan mau kelak. Saya percaya semakin menderita berarti semakin besar tanggung jawab yang Tuhan akan berikan di masa depan bagi saya. Tidak ada tempat buat saya untuk cerita karena jika saya cerita saya cenderung menjelekkan yang satu dan memuji yang lain atau bahkan menjelekkan keduanya. Hanya Tuhan Yesus yang saya punya, hanya kepadanya saya bersandar dan berharap. Hanya Dia sajalah tempat di mana saya mendapat kekuatan kasih karunia yang cukup, dan Dia tahu itu cukup buat saya.
Saya percaya inilah waktunya iman dan kesetiaan saya diuji. Tidak ada cara lain selain bertahan. Saya percaya Tuhan menciptakan saya menjadi orang yang di atas rata-rata seperti Yesus, dan untuk mencapai itu ada penderitaan yang harus saya lewati. Semakin menderita semakin antusias, semakin ditekan semakin antusias, semakin banyak tantangan semakin antusias, semakin diproses semakin antusias, semakin susah mengerjakan sesuatu semakin antusias dalam mengerjakannya.
Yang terakhir adalah bahwa saya selalu mengingat perkataan seorang teman ketika dulu saya berusaha mencapai kehidupan yang perfect secara kristiani. Dia berkata “apa menurutmu Tuhan cukup disenangkan sama hidupmu? Tuhan ga bangga sama lo bro, kekristenan itu jalani aja dengan enjoy bro, jatuh, bangun, stress, tertekan, dsb, lalui dengan enjoy. Menjadi orang Kristen yang lahir baru itu dinikmati bro. ga perlu tegang, serius gitu dalam menjalani hidup. Jalani dan nikmati”. Ya pada intinya hidup dengan perasaan seperti orang biasa yang lain namun tetap dengan kualitas yang berbeda.
TERPUJILAH TUHAN